OPINI-Pada tanggal 8 Maret merupakan hari bersejarah bagi perempuan di seluruh dunia untuk mengenang perjuangan hak perempuan. Pada tahun 1910 menandai perjuangan awal perempuan untuk mendapatkan haknya untuk dapat berpartisipasi di dalam pemilu dan voting secara langsung.
Hari perempuan internasional merupakan aksi dari representasi protes kesetaraan gender yang masih tidak setara atau timpang. Secara global, di sektor pendidikan, dan partisipasi politik atau kepemimpinan perempuan masih sangat rendah, terutama di Indonesia.
Tantangan kesetaraan gender pun masih sangat sulit untuk diatasi, karena budaya patriarki yang masih melekat di masyarakat, terutama masyarakat atau komunitas di grasroot area. Karena adanya pemikiran bahwa anak perempuan harus segera di nikahkan agar mengurangi beban ekonomi keluarga dan mengikuti suami, serta bertanggung jawab untuk urusan ranah domestik saja.
Menurut data World Bank, lebih dari 15 % anak putus sekolah atau tidak mendapatkan pendidikan yang layak dikarenakan adanya pernikahan paksa oleh orang tua yang tidak memiliki cukup biaya untuk menyekolahkan anak tersebut. Lalu mereka lebih memilih menikahkannya. Padahal justru dengan menikahkan akan menambah beban keluarga itu sendiri. Maka, perlu adanya solusi berkelanjutan untuk pencegahan pernikahan anak secara paksa dan pernikahan anak usia dini. Edukasi terhadap orang tua perlu dilakukan secara bertahap dan tetap melakukan pengawasan yang tepat.
Tantangan terbesar adalah anggapan perempuan tidak perlu menempuh pendidikan yang tinggi, karena mereka hanya berujung di dapur. Pola pikir ini harus diubah. Perempuan harus mendapatkan kesempatan pendidikan setinggi mungkin untuk mendidik generasi penerus di masa yang akan datang. Karena perempuan adalah seorang guru atau pendidik bagi keturunannya di masa yang akan datang.
Kesempatan beasiswa di ranah science, technology, engineering and mathematics (STEM) harus ditingkatkan untuk perempuan dan menyadarkan banyak perempuan bahwa partisipasi di bidang STEM sangat diperlukan untuk memasuki revolusi industri 5.0.
Sebab itu, Siti Sarah Women Center sendiri mengadakan kegiatan Amplify Her. Tujuannya untuk meningkatkan partisipasi perempuan ke jenjang perguruan tinggi. Juga memanfaatkan teknologi untuk bonus demografi yang terjadi di waktu dekat, melalui mentoring cara untuk mendapatkan beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah dan cara untuk mendaftar kuliah, serta informasi seputar dunia perkuliahan.
Amplify Her juga merupakan project mengajarkan anak perempuan dalam meningkatkan kesempatan mereka untuk berwirausaha secara mandiri, melalui pemasaran yang lebih modern, yaitu digital marketing. Agar mereka kedepannya bisa membuat platform digital sendiri untuk membantu UMKM lokal yang berada di daerah masing masing.
Jarang sekali menemukan anak perempuan di desa atau grassroot area yang mempunyai cita-cita menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Ketika ditanya apakah mereka ingin menjadi pemimpin di masa yang akan datang, jawabannya adalah tidak.
Beberapa faktor yang menyebabkan anak perempuan tidak memiliki keinginan untuk menjadi pemimpin di masa yang akan datang adalah karena seringkali dianggap memiliki mental yang lemah untuk menghadapi banyak masyarakat dan permasalahan yang terjadi. Mereka dianggap belum mampu menghadapi dan memberi solusi terhadap masalah tersebut. Padahal banyak sekali pemimpin perempuan yang berhasil menangani berbagai isu sosial dan lingkungan serta ekonomi. Salah satunya Tri Rismaharini yang dulu menjabat sebagai Walikota Surabaya. Ia berhasil mengantarkan Surabaya ke kancah internasional dan menyelesaikan berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Tri Rismaharini merupakan salah satu walikota terbaik di dunia dan banyak sekali mendapatkan penghargaan. Maka dari itu pola pikir seperti perempuan dianggap memiliki mental yang lemah dan tidak berani menghadapi persoalan publik perlahan harus diubah dan memiliki strategi untuk meningkatkan kesadaran perempuan untuk menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Karena desicion making proses memerlukan keterwakilan perempuan untuk membawa isu kesetaraan gender dan isu kekerasan seksual, serta pemberdayaan ekonomi terhadap perempuan.
Jika di masa yang akan datang perempuan bisa lebih banyak menjadi pemimpin, maka akan berpengaruh ke kebijakan publik yang lebih mendukung kesetaraan gender dan kesempatan perempuan untuk memperoleh kesempatan kehidupan yang lebih aman dan sejahtera. Di samping itu, mampu meningkatkan index pembangunan manusia di Indonesia.
Karena, jika kita mampu mencapai kesetaraan gender, maka akan berdampak ke peningkatan ekonomi di suatu negara atau daerah tersebut. Maka dari itu partisipasi perempuan sebagai pemimpin harus bisa ditingkatkan di masa yang akan datang. (*)
Leave a comment