BANJARMASIN – Legislative Goes to Campus kembali digelar, Selasa (8/12) malam. Diskusi kali ini mengangkat tema Metode Pembelajaran vs Metode Belajar Mahasiswa.
Kegiatan yang digelar tatap muka, namun menerapkan protokol kesehatan Covid-19 ini dilaksanakan di Nalar Kopi Banjarmasin. Diskusi menghadirkan akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Banjarmasin; Muhammad Irfan Islamy dan Adi Wahyu Ilhami, serta tokoh kepemudaan HMI Banjarmasin, Muhammad Faisal Akbar.
Diskusi diikuti 30 mahasiswa dari berbagai fakultas. Tema diskusi membicarakan soal adaptasi aktivitas lingkungan kampus di tengah pandemi Covid-19.

Dalam konteks pembelajaran, Irfan menyebut dunia pendidikan belum siap dalam menghadapi pandemi. Tak terkecuali di dunia kampus. “Karena pola pendidikan kita masih tradisional,” ucapnya.
Sekalipun pemerintah telah menerapkan aturan belajar Daring, bukan berarti masalah terpecahkan. Yang ada malah bikin kaget institusi pendidikan. Ini menjadi syok terapi. Karena kampus-kampus memang belum siap. “Pola pembelajaran jarak jauh ini masih asing,” ucapnya.
Kalaupun ada yang siap, tambahnya, itu hanya Universitas Terbuka (UT). Di mana kampus ini sudah lama familiar dengan pola belajar mengajar jarak jauh. Secara sarana fasilitas mereka juga sudah lebih dulu siap.
Hasilnya, proses belajar mengajar tak berjalan seefektif tatap muka. Karena dosen atau mahasiswa sama-sama tak terbiasa dengan pola daring.
Meski begitu, kata Irfan, pandemi juga tak bisa disalahkan. Daring, kini bukan lagi jadi pilihan. Tapi, harus dijalankan. Pada bagian ini mahasiswa harus proaktif dan mandiri dalam hal mengembangkan ilmu yang didapat.
Selama ini mahasiswa terbiasa menerima konten dari guru atau dosen, bukan proses. Ketika diberi bahan baru belajar. Padahal yang terpenting itu adalah proses. Seorang mahasiswa harusnya gemar mengumpulkan bahan pembelajaran bagi dirinya sendiri.
Adi Wahyu Ilhami berpendapat kampus tak benar-benar siap menjalankan metode pembelajaran di tengah pandemi. Tidak hanya soal sistem, tapi juga emosional dan mental.
Menurutnya, perlu ada singkronisasi antara dosen dan mahasiswa. Agar bisa menciptakan ruang belajar yang efektif. Seorang dosen tentu harus lebih dulu bisa memahami karakteristik mahasiswa yang berbeda-beda. Hal itu penting dilakukan. Agar bisa menyatukan pemahaman semua mahasiswa. Sekalipun karakternya berbeda-beda.
Caranya? Harus melakukan pendekatan secara emosional kepada mahasiswa. Jika seorang dosen sudah mengenal karakter mahasiswa masing-masing, maka proses pembelajaran akan berjalan mudah. Apakah itu tatap muka, atau daring.
“Membuat mahasiswa tertarik saja tidak cukup, tapi harus bisa mengambil simpati mahasiswa. Intinya, bagaimana caranya agar mahasiswa mampu menerima dengan baik materi yang diberikan,” ujarnya.
Sementara itu, Faisal menuturkan sebagai mahasiswa ada semangat belajar yang tergerus. Bahkan jauh sebelum ada pandemi. “Mahasiswa sekarang ini tidak seperti dulu lagi. Lebih senang nongkrong tanpa ada keuntungan yang didapat untuk diri sendiri,” ucapnya.
Ditambah lagi, saat ini mahasiswa hanya belajar melalui daring. Sehingga, semakin kehilangan motivasi. Saat belajarpun, ada saja yang hanya sekadar online, tidur atau beraktivitas lain,” katanya.
Faisal memotivasi peserta bahwa menjadi mahasiswa adalah kesempatan yang tak boleh disia siakan. Menjadi mahasiswa ini adalah kesadaran. Harus menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk diri sendiri,” paparnya.
Ia menyarankan agar mahasiswa sering membaca karya-karya ilmiah. Sehingga bisa membuka pola pikir yang lebih luas.
Sementara itu, inisiator Legislative Goes to Campus Muhammad Syaripuddin menyampaikan, elemen pendidikan di kampus penting untuk ditingkatkan. Salah satu yang utama adalah metode pembelajaran.
Mengapa begitu? Karena metode pembelajaran yang tepat akan mencetak mahasiswa yang unggul. Sehingga para lulusan akan memiliki daya saing dan daya karya.
Menurut Wakil Ketua DPRD Kalsel itu, ada banyak metode pembelajaran yang bisa diterapkan. Tinggal pilih yang paling tepat sesuai dengan karakteristik mahasiswa.
Semua metode pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. “Namun yang terpenting, bagaimana fleksibilitas tenaga pengajar memilih metode pembelajaran terhadap materi yang disampaikan,” pungkasnya. (*)
Leave a comment