BANJARMASIN – Kaum buruh di Kalsel tak kalah dengan buruh di daerah lain. Mereka juga sepakat untuk turun aksi pada 12 April mendatang.
Aksi unjuk rasa serentak seluruh buruh di Indonesia ini adalah sebagai bentuk penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja.
“Buruh di Kalsel juga akan menggelar aksi serupa. Kita rapatkan bersama aliansi yang tergabung di Pekerja Buruh Banua (PBB),” kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Yoeyoen Indharto.
Meski banyak buruh yang ingin ikut aksi, namun mengingat situasi pandemi COVID-19, rencanany jumlah peserta dibatasi, tidak seperti sebelumnya. “Paling hanya 200-300 orang saja,” imbuhnya.
Pada aksi nanti, selain memohon agar MK membatalkan Undang-Undang Nomor 11 Cipta Kerja atau mengeluarkan klaster ketenagakerjaan, juga akan menyampaikan tuntutan agar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) tidak lagi mengeluarkan surat edaran pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan lantaran masih dalam masa pandemi, seperti tahun 2020 lalu. Karena itu merugikan kaum buruh.
Menurut Yoeyoen, kondisi perusahaan yang beroperasi di Kalsel, seperti perkebunan, pertambangan dan industri kayu lapis, sudah mulai berjalan normal. Okupansi yang didapat perusahaan sudah lumayan.
Tuntutan lain yang akan disampaikan adalah mendesak kepala daerah untuk mengeluarkan Surat Edaran (SE) mengenai Pemberian Bantuan Iuran (PBI) untuk pekerja ter-PHK beserta keluarganya. Sebab ini untuk melindungi pekerja beserta keluarga yang sakit.
“Tuntutan kami yang utama ada dua. Pertama THR jangan dicicil, kedua mendesak gubernur menerbitkan SE tentang PBI bagi pekerja yang di-PHK bersama keluarga tetap mendapat jaminan kesehatan,” pungkas Yoeyoen. (syl)