JAKARTA – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof Dr Suparji Ahmad SH MH punya pandangan hukum terkait kasus Penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bambu Nomor 296 Tahun 2011 yang diteken Mardani H Maming.
Diketahui, SK itu berisi persetujuan pelimpahan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP) batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Menurut Supardji, secara hukum SK persetujuan IUP tersebut sah karena telah melalui proses hukum administrasi di tingkat dinas teknis. Baik tentang persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial yang secara prosedural telah dilalui.
Dalam legal opinionnya, Suparji mengungkapkan alasan-alasan hukum yang mendasari dan menyimpulkan bahwa penerbitan SK Bupati Tanah Bambu yang saat itu dijabat Mardani H Maming sah.
Dalam hal terdapat cacat administrasi dalam penerbitan SK Bupati Tanah Bambu No 296 tahun 2011, dijelaskan Suparji, upaya yang bisa ditempuh adalah dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada pejabat yang menerbitkan SK tersebut, pejabat atasan bupati, atau mengajukan gugatan pembatalannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Dalam kasus cacat prosedur merupakan ranah hukum administrasi untuk penyelesaiannya. Kecuali jika terdapat maladministrasi, utamanya bila terjadi penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir),” jelasnya, Rabu (22/6).
Mardani, diakuinya saat itu memang menjadi Bupati Tanah Bambu (Tanbu). Namun, dia meyakini tidak menerima gratifikasi seperti yang disangkakan padanya.
“Dia (Mardani) tidak menerima sepeserpun gratifikasi izin tambang tersebut. Tuduhan itu selain tak berdasar, juga fitnah keji yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Keyakinannya itu terkonfirmasi dalam fakta persidangan. Dia mengatakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga telah mengonfirmasi atau memastikan ke terdakwa Dwijono. Tak hanya JPU, hakim yang memimpin persidangan juga telah memastikan itu ke Dwijono.
“(Dalam persidangan) Dwijono tetap menegaskan Mardani tidak menerima gratifikasi sama sekali. Uang haram itu hanya dinikmati sendiri oleh terdakwa,” katanya.
Terkait kesaksian Christian Soetio selaku direktur PT PCN yang menyebut adanya aliran dana ke Mardani H Maming melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP) sebesar Rp89 Miliar, kesaksian itu, kata dia, hanyalah fitnah.
“Transfer itu justru ditujukan ke rekening perusahaan yang saat itu tidak ada kaitannya dengan Mardani. Malah justru perusahaan Christan yang mempunyai utang kepada PT TSP dan PT PAR sebesar Rp 106 miliar yang saat ini sedang dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU),” tuturnya.
Dilihat dari posisi kasus tersebut, dia meyakini persoalan penerbitan izin tambang tersebut tak lagi dikait-kaitkan dengan Mardani H Maming.
Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia ini menegaskan Mardani tak terlibat dan tidak ikut bancakan. (*/thr)