BANJARMASIN – Sikap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin yang memerintahkan kehadiran mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, sebagai saksi kepersidangan dalam kasus dugaan tindak pidana gratifikasi dengan terdakwa Dwiyono, mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, dinilai pengamat mengabaikan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah.
Menurut pakar hukum Banua, Dr H Abdul Halim Shahab, SH, MH, kesaksian melalui virtual atau online dalam situasi sekarang ini sah-sah saja. Apalagi keterangan Mardani dalam proses penyidikan sebelumnya sudah disumpah. Keterangannya sama nilainya dengan kesaksian di bawah sumpah di persidangan.
Dijelaskan, sesuai Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), saksi yang tidak hadir dalam sidang dengan alasan yang sah, boleh kesaksiannya dibacakan.
“Itu sesuai dengan ketentuan Pasal 162 ayat 1 KUHAP. Jika keterangan saksi tersebut diberikan di muka penyidik dengan mengucapkan sumpah atau janji, maka nilainya sama dengan keterangan saksi yang di bawah sumpah yang diberikan dalam sidang,” tuturnya, Kamis (21/4).
Ditegaskan Abdul Halim Shahab, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung, pemeriksaan saksi dan tersangka bisa dilakukan secara daring. “Pemeriksaan saksi secara daring atau virtual sah-sah saja,” ucapnya.
Pemeriksaan saksi secara daring bisa dilakukan jika ada alasan yang dibenarkan. Misalnya karena kondisi kesehatan, atau karena tugas negara, dan saksi sudah memberikan atau menyampaikan pemberitahuan kepada hakim.
Ia mengingatkan agar majelis hakim Tipikor Banjarmasin tetap mengendepankan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah.
“Kalau hakim bersikap seperti itu, dimana saksi yang tidak bisa hadir di persidangan oleh hakim dihadirkan paksa, yang jadi pertanyaan bagaimana kalau saksinya berada di luar negeri, karena tugas atau karena faktor pembenar lainnya. Apakah negara yang mengeluarkan biaya,” ujarnya.
Dalam kasus ini, lanjut dia, majelis hakim harus bijak dan tetap berpegang pada asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah, sesuai dengan amanah Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Seperti diketahui, Mardani sendiri sebenarnya telah memberikan kesaksian melalui daring atau virtual pada tanggal 18 April 2022. Kehadirannya secara online tersebut bahkan sudah disepakati majelis hakim pada sidang sebelumnya, tanggal 11 April.
Artinya, saksi bisa saja memberikan keterangan melalui virtual atau online, karena alasan yang dibenarkan. Ini sudah lazim dilaksanakan dalam praktik peradilan.
Tetapi, pada tanggal 18 April, Ketua Majelis Hakim Yusriansyah, malah menolak kesaksian Mardani melalui virtual atau online. Ia malah memerintahkan dan menandatangabi pemanggilan paksa agar Mardani hadir secara tatap muka pada persidangan berikutnya. (*)