AMUNTAI – Lagi, Tim KPK mendatangi Amuntai, Hulu Sungai Utara (HSU). Beberapa nama dipanggil untuk diperiksa.
“Pemeriksaan dilakukan di Polres Hulu Sungai Utara,” ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu siang (5/1).
Total, ada 12 nama yang dipanggil KPK. Mereka terdiri dari PNS, kontraktor, hingga pengusaha.
Diantaranya, Maulana Firdaus (PPAT), Tajuddin Noor (pensiunan PNS), Noor Elhamsyah (wiraswasta), HM Ridha (Staf Bina Marga), Barkati (Direktur PT Prima Mitralindo Utama), dan Ferry Riandy Wijaya (Sales Honda).
Berikutnya, Hadi Hidayat (mantan ajudan bupati), Muhammad Fahmi Ansyari (PT Bangun Tata Banha, CV Saila Rizky, dan PT Jati Luhur Sejati), H Farhan (PT CPN/PT Surya Sapta Tosantalina), Haji Abdul Halim Perdana Kusuma (CV Alabio), Abdul Hadi (Direktur CV Chandra Karya), dan Muhammad Muzzakir (kontraktor).
Para saksi itu diminta keterangan terkait kasus suap dan gratifikasi proyek irigasi Banjang dan Kayakah yang dibongkar KPK.
Menjelang tutup tahun, KPK juga memeriksa dua saksi di Gedung Merah Putih, Jakarta. Yaitu pendiri dan pengasuh pondok pesantren bernama Bobby Koesmanjaya dan pihak swasta Ferry Riandy Wijaya.
KPK tengah menelusuri aset-aset milik Abdul Wahid. Selain bangunan klinik, dan tanah, komisi ini sudah menyita sebuah Honda CRV dari Almien Ashar Safari. Almien adalah anak dari Wahid.
Sekadar diketahui, KPK baru saja menjerat Abdul Wahid dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan setelah KPK mengendus adanya penetapan harga aset. Diantaranya, properti, kendaraan dan uang dalam rekening bank.
“Diduga ada pihak-pihak yang dengan sengaja mencoba untuk mengambil alih secara sepihak aset-aset yang terlupakan milik AW,” ujar Ali Fikri.
KPK mengingatkan agar dalam proses penyelidikan perkara ini tidak ada pihak-pihak yang secara sadar dan sengaja mencoba mencegah, merintangi atau menggagalkan penyelidikanan perkara.
“Karena kami tak segan memberlakukan sanksi pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor,” ujarnya.
Pasal 21 UU Tipikor mengatur setiap orang yang dengan sengaja merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dalam perkara korupsi dapat dipidana penjara paling singkat 3 tahun. Dan paling lama 12 tahun. Atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
KPK mengingatkan agar dalam proses penyelidikan perkara ini tidak ada pihak-pihak yang secara sadar dan sengaja mencoba mencegah, merintangi atau menggagalkan penyelidikanan perkara. (mid)